KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim,
Puji syukur
penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkah, taufik dan
hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang pengendalian hama tanaman ini
dengan judul “Pengendalian Hama Tikus
Secara Nabati”
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasi
berbagai kendala dalam menyusun makalah ini.
Akhirnya penulis
mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah banyak membantu
penulis selama menyusun makalah ini.
Alue
Peunyareng, 04 Februari 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang ............................................................................. 1
1.2.
Tujuan...........................................................................................
2
1.3.
Manfaat........................................................................................
2
II PEMBAHASAN
2.1.
Tikus Sawah (Rattus Argentiventer).............................................
3
2.2.
Klasifikasi Tikus Sawah (Rattus Argentiventer).......................... 4
2.3.
Kemampuan Indra Penciuman Tikus .......................................... 4
2.4.
Pengendalian Tikus ..................................................................... 5
2.5.
Pengendalian Secara Nabati ........................................................ 6
2.6.
Jenis-Jenis Tanaman Untuk Bahan
Pengendalian Secara Nabati 6
2.7.
Cara Pembuatan Pestisida Nabati secara
umum.......................... 8
2.8.
Kelebihan dan Kelemahan Pestisida Nabati................................ 8
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan..................................................................................
10
3.2.
Saran............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tikus sawah (Rattus
argentiventer : Robb & Kloss) merupakan salah satu hama utama pertanaman
padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal panen. Kehilangan hasil
gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap musim tanam dengan
kerusakan mencapai 15-20% tiap tahunnya (Anonim, 2011).
Dalam usaha
mengatasi masalah tikus berbagai alternatif pengendalian telah dilakukan, baik
secara kultur teknis, fisik mekanik, maupun secara kimia. Sunarjo, (1992)
mengemukakan bahwa pengendalian hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif
yang paling umum dilakukan karena hasilnya dapat segera terlihat dan mudah
diaplikasikan pada areal yang luas. Namun penggunaan bahan kimia secara terus
menerus untuk mengendalikan berbagai hama dan penyakit telah menimbulkan
berbagai masalah baru, terutama bagi lingkungan (Anonim, 2011).
Dalam upaya
mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimiawi untuk mengendalikan
tikus, maka perlu dicari alternatif-alternatif pengendalian yang lainnya.
Penggunaan bahan-bahan yang disukai atau tidak disukai oleh tikus yang dikenal
dengan istilah preferensi merupakan salah satu cara pengendalian tikus yang
relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni, tetapi
bekerja dengan cara mempengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang sangat
baik. Penggunaan bahan yang tidak disukai tikus dapat mengurangi daya bertahan
tikus karena aktivitas makan, minum, mencari pasangan, serta reproduksi
terganggu (Priyambodo, 1995). Secara tidak langsung bahan yang tidak disukai oleh
tikus dapat menyebabkan kematian dan kemampuan bertahan tikus (Purwanto,
2009).
1.2. Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui bagaiman pengendalian secara nabati, dan apa
kelebihan dan kelemahannya.
1.3. Manfaat
Dengan makalah dapat
dimanfaatkan dalam upaya mendapatkan teknik pengendalian tikus sawah (Rattus
argentiventer Robb and Kloss) yang ramah lingkungan.
II PEMBAHASAN
2.1 Tikus Sawah (Rattus
argentiventer)
Tikus sawah
mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh dunia sehingga disebut
sebagai hewan kosmopolit. Tikus sawah mudah ditemukan di perkotaan dan pedesaan
di seluruh penjuru Asia Tenggara. Hewan pengerat itu menyukai persawahan,
ladang, dan padang rumput tempat tikus itu memperoleh makanannya berupa bulir
padi, jagung, atau rumput. Tikus sawah membuat sarang di lubang-lubang, di
bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu. Tikus sawah itu adalah jenis hama
pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena tikus itu mampu
”belajar” dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya.
Tikus menyerang padi
pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul
irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada
periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah
dan akan kembali ke sawah setelah pertanaman padi menjelang fase generatif.
Kehadiran tikus di daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan
jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif,
dan gejala serangan. Tikus betina mengalami masa bunting sekitar 21-23 hari dan
mampu beranak rata-rata sejumlah 10 ekor. Tikus dapat berkembang biak apabila
makanannya banyak mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan
oleh ketersediaan makanan dan tempat persembunyian yang memadai. Tempat
persembunyian tikus antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang
sawah yang ditumbuhi gulma, dan kebun yang kotor (Sudarmaji, 2005).
Pengendalian hama
tanaman melalui pendekatan ekologi, baik hama dari kelompok serangga maupun
arthropoda lainnya, dapat berhasil dengan baik jika bioekologi hama tersebut
diketahui dengan baik pula. Hal yang sama juga berlaku bagi pengendalian hama
tikus (Baco, D, 2011).
2.2 Klasifikasi Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
Tikus yang menjadi hama padi ini
merupakan spesies Rattus argentiventer dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Superfamilia : Muroidea
Familia
: Muridae
Genus
: Rattus
Spessies
: Rattus argentiventer
Gejala
:memakan benih di pesemaian (mencabut
kecambah), memotong batang (memakan padi)
Host
range : tanaman padi, rerumputan, invertebrata
hidup disekitar padi Serta dengan melihat dari segi pandang lain, yang meliputi
Morfologi Warna (bulu) punggung Coklat muda berbecak coklat, perut dan dada
putih Panjang: tubuh (30 210mm), ekor (120-200mm), Jml putting susu (12 bh):
didada (3ps), perut (3ps)
2.3 Kemampuan Indera Penciuman Tikus
Tikus memiliki
indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan
aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau
pakan, tikus lain, atau musuhnya (predator). Penciuman tikus yang baik ini juga
bermanfaat untuk mencium urine dan sekresi genitalia. Dengan kemampuan ini
tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, mengenali jejak tikus
yang masih tergolong dalam kelompoknya, mendeteksi tikus betina yang sedang
estrus (berahi) (Priyambodo, 2003) dan mendeteksi anaknya yang keluar dari
sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh anaknya (Anonima, 2012).
Indera penciuman
tikus yang tajam dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk menarik atau mengusir
tikus dari suatu tempat. Salah satu contoh, untuk menarik tikus jantan dapat
digunakan bahan kimia (attractant). Bahan kimia ini dapat dibuat dari senyawa
kimia sintetis yang mirip dengan senyawa yang dikeluarkan oleh tikus betina
pada saat berahi (Priyambodo, 1995).
Tikus secara genetik
dapat mengetahui kedatangan kucing atau bahaya yang mendekatinya. Indera
penciumannya yang hebat diperoleh sejak lahir.
Bagaimana kemampuan
tersebut bekerja terungkap berkat teknik rekayasa genetika. Dengan teknik
tersebut, para ilmuan Jepang dapat mengembangbiakkan tikus yang tidak dapat
membedakan bahaya atau bukan, bahkan tikus-tikus tersebut bermanja-manja kalau
ada kucing di dekatnya.
Indera penciuman
tikus diketahui memiliki dua jenis reseptor yang berbeda. Dalam kondisi normal,
reseptor berfungsi mengidentifikasi bau. Reseptor mengirimkan informasi ke otak
untuk mengasosiasikan bau dengan bahaya, misalnya bau tubuh kucing, atau bau
tidak menyenangkan, seperti bau busuk yang berarti makanan tidak layak.
2.4 Pengendalian Tikus
Dalam usaha untuk
mengatasi kendala yang diakibatkan oleh keberadaan tikus tersebut berbagai
alternatif pengendalian telah dilakukan, baik secara kultur teknis, fisik,
mekanik, maupun secara kimia. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pengendalian
hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif yang paling umum ditempuh
dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya. Hal tersebut dapat dimengerti karena
dengan penggunaan bahan kimia yang beracun, hasilnya dapat segera terlihat dan
dapat diaplikasikan secara mudah untuk areal yang luas. Namun penggunaan bahan
kimia secara terus menerus untuk mengendalikan berbagai hama dan penyakit telah
menimbulkan berbagai masalah baru, terutama bagi lingkungan (Sunarjo, 1992).
Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah tanam serempak, sanitasi,
pengendalian fisik mekanis, dan pemanfaatan musuh alami (predator).
Pengendalian
dengan tanam serempak diupayakan keserentakan pada saat tanaman padi bunting
dan bermalai padi pada areal meliputi satu WKPP (200 ha) dengan selisih waktu
tanam antar hamparan kurang dari satu bulan. Pengendalian ini merupakan langkah
awal untuk mencegah meledaknya populasi tikus.
2.5 Pengendalian
Secara Nabati
Pestisida nabati
adalah pestisida yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada
disekitar kita untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, seperti
tumbuhan. Pestisida nabati memiliki keuntungan: relative aman, ramah
lingkungan, murah dan mudah didapatkan, tidak menyebabkan keracunan dan tidak
akan menyebabkan hama menjadi resisten. Sedangkan kekurangannya yaitu
penggunaanya harus berulang-ulang, tidak tanah lama, daya kerjanya lambat dan
tidak membunuh hama secara langsung.
2.6 Jenis-Jenis Tanaman Untuk Bahan Pengendalian
Secara Nabati
Ada
beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati.
Salah satu tanaman yang digunakan untuk mengendalikan hama tikus pada padi
sawah adalah menggunakan tanaman cabai (Capsicum annum), buah jengkol
(Phitecellobium lobatum) dan buah papaya tua (Carica papaya). Buah papaya tua
langsung diberikan pada tikus hasilnya mati, sedangkan jengkol dan cabai
menggunakan air hasil rendaman dari kedua jenis tanaman ini yang kemudian
disemprotkan sehingga hama tikus menjadi berkurang nafsu makannya. Pestisida
nabati untuk mengendalikan hama tikus menggunakan cabai, buah jengkol dan
papaya. Buah jengkol mengandung minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid,
steroid, tannin, glikosoda, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan vitamin
(Pitojo, 1995).
1. Cabai
Cabai
mengandung minyak atsiri, piperin dan piperidin yang berfungsi sebagai
repellent dan mengganggu preferensi makan hama (Harysaksono, 2008). Sedangkan
buah papaya tua sebagai racun (enzim albuminose) atau kaloid carpine dalam
mengendalikan tikus dengan potensi yang cukup besar karena buah papaya
mengandung bahan aktif papain yang dapat digunakan sebagai rodentisida
(Hariono, 2009). Papain berasal dari bahasa inggris yang tersusun dari dua kata
yaitu papa (ya) dan in, sehingga kata tersebut kira – kira bearti suatu
substansi di dalam buah (getah) papaya yang memiliki sifat enzimatis (Kalie,
1996).
2. Jengkol
Pembuatan
pestisida nabati dengan bahan jengkol yaitu sebelumnya buah jengkol dikupas
kulit luarnya maupun kulit arinya. Kemudian kupasan jengkol direndam dengan
air, perbandingan 1 kg : 10 liter air selama 24 sampai 36 jam sehingga air
rendaman mengeluarkan aroma yang sangat menyengat yang dapat mengusir hama
tikus dengan meletakkan atau menyemprotkan larutan jengkol pada tanaman padi.
Bukan hanya berlaku bagi tikus tetapi dapat mengusir burung yang menyerang
tanaman padi. Pembuatan pestisida nabati dengan cabai yaitu cabai ditumbuk
halus kemudian direndam selama semalam. Kemudian disaring dan dapat langsung
disemprotkan pada tanaman padi.
2. Buah Pepaya Tua
Pembuatan
pestisida nabati dengan bahan buah pepaya tua yaitu buah papaya tua yang belum
masak dikupas dan dipotong kecil-kecil sebesar dadu. Kemudian disebarkan pada
tempat yang biasa dilewati tikus.
Menurut
Hariono (2009), bahwa dalam proses pembuatan rodentisida nabati buah papaya,
mulai dari pengupasan sampai penyebarannya harus menggunakan sarung tangan
karena indera penciuman tikus sangat tajam terhadap bau dan sentuhan tangan
manusia, sehingga kemungkinan tikus tidak akan memakan potongan buah papaya tua
yang diberikan. Seperti yang diungkapan Michael E. Stans (1982) dalam Hamundu,
mengatakan bahwa penyuluhan pada dasarnya adalah proses pemberian stimulasi
dari pengajar kepada yang diajar, sehingga bisa mengarah pada perubahan
kognitif, efektif dan psikomotorik. Oleh karenanya, pemanfaatan pestisida
nabati untuk mengendalikan hama tikus perlu disosialisakan pada tingkat petani
dengan melibatkan pemerintah, mulai dari tingkat Provinsi (Departemen Pertanian
Daerah Sulawesi Tenggara) sampai Pedesaan (Penyuluh / Kepala Desa).
2.7
Cara Pembuatan Pestisida Nabati Secara Umum
1. Bahan tumbuhan ditumbuk/digiling
sampai halus, dicampur air dengan perbandingan 100 gr bahan dalam 1 lt air.
2. Saring ekstrak bahan tumbuhan
tersebut pada tempat yang sudah disiapkan.
3. Untuk menekan/menghentikan aktifitas
enzim/zat pengurai adalah dengan cara menambahkan zat pelarut metanol/etanol 70
% sebanyak 10 ml atau detergen sebanyak 10 gr teteskan atau masukkan sedikit
demi sedikit sambil diaduk atau dengan menggunakan alat ekstraktor selama 2
jam, kemudian biarkan ekstrak tersebut selama 24 jam (sehari semalam).
4. Setelah dibiarkan selama 24 jam
ekstrak tersebut baru bisa digunakan dengan cara disaring terlebih dahulu agar
tidak terjadi penyumbatan pada alat semprot
5. Beberapa hasil percobaan menunjukkan
hasil yang efektif dengan cara mencampur beberapa tumbuhan bahan nabati seperti
daun nimba dengan lengkuas dan serai, daun nimba dengan umbi gadung, daun
sirsak dengan rimpang jeringau dan bawang putih; serta dapat dicampur dengan
detergen atau sabun colek.
2.8 Kelebihan dan Kelemahan Pestida Nabati
a. Kelebihan
Pestisida Nabati
Pestisida nabati
semakin diminati karena memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan
pestisida sintetis atau kimiawi. Beberapa keunggulan pestisida nabati
diantaranya yaitu:
1. Teknologi
pembuatannya lebih mudah dan murah, sehingga memungkinkan untuk dibuat sendiri
dalam skala rumah tangga.
2. Pestisida nabati
tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan maupun terhadap makhluk hidup,
sehingga, relatif aman untuk digunakan.
3. Tidak beresiko
menimbulkan keracunan pada tanaman, sehingga, tanaman yang diaplikasikan
pestisida nabati jauh lebih sehat dan aman dari pencemaran zat kimia berbahaya.
4. Tidak menimbulkan
resistensi (kekebalan) pada hama. Dalam artian pestisida nabati aman bagi
keseimbangan ekosistem.
5. Hasil petanian yang
dihasilkan lebih sehat serta terbebas dari residu pestisida kimiawi.
b. Kelemahan
Pestisida Nabati
Di samping itu,
pestisida nabati juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1. Daya kerja pestisida
nabati lebih lambat, tidak bisa terlihat dalam jangka waktu yang cepat.
2. Pada umumnya tidak
membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya bersifat mengusir dan
menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati tanaman budidaya.
3. Mudah rusak dan
tidak tahan terhadap sinar matahari.
4. Daya simpan relatif
pendek, artinya pestisida nabati harus segera digunakan setelah proses
produksi. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi petani untuk mendapatkan
pestisida nabati instan ataupun untuk memproduksi pestisida nabati untuk tujuan
komersil.
5. Perlu dilakukan
penyemprotan yang berulang-ulang. Hal ini dari sisi ekonomi tentu saja tidak
efektif dan efisien.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi ke
daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah setelah pertanaman
padi menjelang fase generatif.
Pestisida nabati
adalah pestisida yang dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang ada
disekitar kita untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman, seperti
tumbuhan. Pestisida nabati memiliki keuntungan: relative aman, ramah
lingkungan, murah dan mudah didapatkan, tidak menyebabkan keracunan dan tidak
akan menyebabkan hama menjadi resisten. Sedangkan kekurangannya yaitu
penggunaanya harus berulang-ulang, tidak tanah lama, daya kerjanya lambat dan
tidak membunuh hama secara langsung.
.
3.2 Saran
Untuk mengendalikan hama
tanaman sebaiknya terlebih dahulu menghindari penggunaan bahan kimia, karena
selain merusak lingkungan juga sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.
Pengendalian secara nabati terbukti lebih ekonomis dan yang paling penting
adalah tidak menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia, dan juga ramah
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Enni SR, Krispinus KP. 1998a. Kandungan Senyawa Alelokimia Kulit Buah Jengkol
(Pithecellobium lobatum Benth.) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Beberapa
Gulma Padi. Semarang: Lembaga Penelitian 1KW.
Hariono. 2009. Rangcangan Penyuluhan Pengendalian Hama Tikus (Rattus
argentiventer) Pada Tanaman (Oryza sativa L.) Dengan Menggunakan Rodentisida
Nabati Buah Papaya Tua (Carica papaya), Kulit Gamal (Gliricidia sepium), dan
Biji Jarak (Riccinus communis) di Desa Sukodermo Kecamatan Purwosari Kabupaten
Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Malang: Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian.
Harysaksono S, Purwanti EW,
Sule S. 2008. Pestisida Nabati. Malang: Sekolah Tinggi penyuluhan Pertanian.
Kalie BM. 1996. Bertanam
Papaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pitojo S. 1995. Jengkol Budidaya dan Pemanfaatannya.
Yogjakarta: Kanisius.
Soetrisno L. 1998b. Pertanian pada Abad ke 21.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
0 komentar :
Posting Komentar